Saturday, April 26, 2014

Kind of Human

They said I'm Influential!
What about you?

Take the test here: http://bitecharge.com/play/human

Saturday, April 19, 2014

Tutorial Hijab: Turban Style

Jangan Keseringan Selfie
.... kecuali kamu Raisa :D


Ih, kzhl nggak sih, kalau ada yang posting tentang foto selfie kita seperti itu? Saya sih, enggak :D Ikut menertawakan diri sendiri saja, jadinya. Saya juga pernah kok, unfollow akun sosmed beberapa teman dan selebriti yang kontennya foto selfie melulu selamanya. Rasanya bukan karena iri dengki, tapi karena bosan dan jadi pening lihat wajah yang sama terus-menerus. Saya lebih suka follow orang-orang yang capturannya random, bervariasi. Saya sering kok, kasih icon love atau like di beberapa foto selfie teman-teman yang jarang-jarang berfoto selfie. 

Harusnya postingan ini bukan membahas tentang selfie, ya. Lebih baik dan bermanfaat kalau saya kasih tutorial hijab saja. Nah, hijab yang saya pakai ini namanya turban style. Seperti biasa, tanpa jarum pentul dan tanpa peniti. Caranya mudah, pashmina kita ikat di belakang leher, lalu tarik ke depan, simpulkan di tengah atau di pinggir. Kalau mau menyimpulkan di pinggir, patokannya bagian puncak alis mata kita. Katanya sih, di situ memang "batas" yang paling simetris untuk simpul pinggir. Simpul pinggir ini hanya istilah yang saya karang sendiri, untuk membuat model turban seperti rambut yang dibelah pinggir. 

Bila memakai model hijab turban seperti ini, saya mengenakan inner ninja yang full covered; menutupi leher, punggung dan dada, dan memakai pakaian atasan loose. Pada foto di atas, saya menggunakan sweater yang juga pakaian menyusui dari Mbak Nuning, saya lupa merknya. Merk yang biasa tertera di bagian leher, sudah saya copot, karena saya tidak biasa, rasanya gatal kalau terkena kulit. Sweater ini memang didesain agar dapat dipakai walaupun sudah tidak menyusui lagi.

Sebenarnya, hijab turban style ini saya lihat dari tutorial hijab yang banyak terdapat di youtube. Tapi karena koneksi internet terputus-putus, akhirnya saya mengarangnya sendiri. Maka jadinya seperti ini, nggak apa-apa lah ya!

Friday, April 11, 2014

You

amazing, cool, strong :D
what's yours?

Wednesday, April 09, 2014

Pizza Day


Beberapa waktu lalu, saya perlu ke bank. Setelah menjemput Enzo dari sekolah, saya membawa mereka ke mall. Kebetulan, di dalam mall tersebut ada bank yang saya tuju. Begitu sampai, saya membawa mereka ke toilet. Setelah mengganti pakaian Enzo,  saya ajak mereka bermain di Jungle Jump. Kalau mau ajak anak-anak ke sini, jangan lupa pakaikan kaos kaki, karena kaos kaki yang dijual di area tersebut kurang nyaman dan ukurannya belum tentu sesuai dengan ukuran kaki kita.


Selama bermain di situ, saya segera menuju ke bank, nggak lupa meninggalkan nomor HP pada petugas Jungle Jump. Saya juga meninggalkan air minum untuk Enzo dan Dante, karena mereka pasti akan haus berlari-lari dan loncat-loncat di situ.
 

Begitu selesai dari bank, saya menjemput anak-anak yang sudah berkeringat dan mulai kelelahan bermain. Saya lalu mengajak mereka untuk keramas di Kiddy Cuts. Lumayan, mereka bisa beristirahat duduk nyaman di mobil-mobilan sambil menonton film kartun kesukaannya. 


Dari situ, dengan rambut yang wangi mereka menarik saya ke Pizza Hut. Ya, anak-anak memang menyukai pizza dan pasta. Sebenarnya, sama seperti saya, mereka memang menyukai hampir semua makanan :) Setelah selesai makan, kami biasa mengobrol hal apa saja, ini bagian favorite saya, tentu saja diselingi dengan pertengkaran-pertengkaran kakak-adik yang nggak penting. Selalu ada saja hal lucu yang mereka ceritakan, entah itu kenyataan ataupun khayalan :)

Wednesday, April 02, 2014

Pak Maryoso

 foto-foto dari facebook page Pak Maryoso

Notifikasi group  Sastra Inggris di facebook menyala, biasanya saya diamkan. Tapi kali ini lain, saya membukanya (walaupun hanya sekilas membacanya). Mata saya tertuju pada friendlist yang ada di group; Maryoso Gozo. Ah, kangen sekali dengan Pak Guru rendah hati dan sederhana kesayangan saya ini. Tenggorokan saya seperti menyempit, mata saya basah. Semoga Bapak tenang dan senang saat ini di sana. 

Pak Maryoso ini dosen kesayangan saya - dan hampir semua mahasiswanya, saya rasa. Orangnya sederhana, sabar, lucu dan cerdas. Saya ingat, Pak Maryoso rajin sekali menelepon ke rumah, mengajak saya untuk bimbingan skripsi. Terbalik ya, saat saya kuliah dulu, biasanya mahasiswa yang sulit menghubungi dosen pembimbing.

Pak Maryoso memang begitu,
"Kamu nggak usah repot-repot telpon saya, biar saya aja yang nyariin kamu utk bimbingan ya!".
"Gimana, mau wisuda bulan depan nggak? Saya besok ada di perpustakaan seharian. Kalau sudah sampai, kita bimbingan di kantin saja ya! Mau ditraktir apa? Cuankie? Mie ayam? ".

Keren banget kan, jadwal bimbingan skripsi dengan Pak Yos adalah saat yang dinanti. Selama bimbingan skripsi oleh beliau, saya nggak pernah direpotkan dengan urusan telepon atau bimbingan di rumahnya, ataupun di dalam ruangan kelas. Kalau tidak di kantin, yang pastinya ditraktir dan dipaksa makan yang banyak - dulu badan saya tipis banget, nggak kayak sekarang, jadi setiap orang yang lihat bawaannya pengen ngasih makan - pasti di teras perpustakaan, duduk-duduk di bawah pohon rindang sambil makan cuanki Unpad yang murah meriah enak lejat dan full MSG, dan teuteup ya...ditraktir!
Ditraktirnya sambil dinyanyiin pula! Pak Yos biasanya memainkan gitarnya sambil menyanyikan lagu grammar:
"Do did do did done, done... do did do did done..."
Atau memainkan gitar sambil menyanyi dan berpuisi tentang apa saja yang terpikir saat itu, salah satunya tentang mentari yang baik hati.
Yes, He's so lovely!

Bukan itu saja, skripsi saya dari halaman depan sampai akhir dirombaknya dengan rapi. Synopsis dan Abstract pun, beliau yang bikin :D  Saya ingat, saat itu saya sedang berisik cerita apaaa gitu, lalu Pak Yos memberi pinjam pen nya dan menyuruh saya diam dan mencatat.
"Kamu diam ya, saya mau ngomong. Kamu catat dan ingat-ingat apa yang saya omongin."
Setiap selesai satu sesi bimbingan, selalu berbunga-bunga, penuh semangat dan tambah percaya diri, - dan kenyang karena selalu ditraktir makan cuanki.

Apalagi Pak Yos selalu bilang,
"Kalau rapi begini sih harusnya bulan depan kamu sudah bisa ikut wisuda!".
Ya iya lah rapi Pak, kan Bapak yang mengerjakannya :)

Sesaat setelah sidang sarjana, sempat saya tidak semangat, rasanya tidak puas dengan jawaban-jawaban saya sendiri saat menghadapi pertanyaan dari para dosen penguji. Pak Maryoso menghampiri saya, duduk menemani dan tidak membahas apapun yang berhubungan dengan skripsi dan sidang.

Beliau hanya mengikuti semua gerakan saya, lalu memandang langit, dan mengatakan
"Apapun yang terjadi, matahari tetap bersinar. Maka tersenyumlah...bla bla bla...".
Saya tidak ingat lagi apa katanya, karena saya keburu tertawa geli melihat gayanya berpuisi. Iyaaa...serius, pake gaya! Tangannya bergerak-gerak seperti sedang deklamasi di depan kelas.

Selama bimbingan skripsi dengan beliau, saya tidak pernah direpotkan dengan membawa "upeti". Beberapa teman, repot sekali bawa buah-buahan atau kue kesukaan dosen pembimbing skripsinya. Pak Yos bilang, nanti saja kalau saya sudah lulus, bekerja dan memiliki gaji sendiri, baru deh boleh ngasih-ngasih ke Pak Yos.
"Kalau mau ngasih-ngasih, nanti saja setelah kamu bekerja dan punya gaji sendiri. Jadi ngasih-ngasih ini-itunya bisa berkali-kali, nggak cuma sekali ini, lalu selesai, nggak ingat lagi sama saya."
Setelah bekerja, saya nggak pernah lagi ketemu Pak Yos. Saya hanya menitipkan hadiah-hadiah kecil untuknya melalui tetangga-tetangga sekitar rumah yang kebetulan menjadi mahasiswa Pak Yos. Selalu ada perasaan hangat saat mendengar bahwa Pak Yos memakai baju-baju yang saya beri, dan rasanya bangga sekali ternyata Pak Yos suka bercerita tentang saya kepada anak didiknya dan betapa bangganya Pak Yos sama saya :')

Percakapan terakhir dengan Pak Yos melalui telepon, Pak Yos mengucapkan terima kasih, hadiahnya sudah sampai, dan saya juga mengucapkan terima kasih berulang-ulang.
Saya yakin saat ini Pak Yos sedang main gitar sambil menyanyi dan berpuisi di surga-Nya.
Semoga saja. Aamiin.


“Sharing tales of those we've lost is how we keep from really losing them.”
Mitch Albom